Teknik Negosiasi Terbukti Ampuh untuk Sukses di Dunia Kerja | Wellness Coach ID

Teknik Negosiasi Terbukti Ampuh untuk Sukses di Dunia Kerja | Wellness Coach ID

Halo, Fitsquad! Kali ini kita akan membahas tentang Negotiation skill atau Teknik negosiasi, mengapa penting, bagaimana menggunakannya, dan teknik-teknik yang bisa kamu terapkan. Jangan lupa untuk mengintip artikel, produk, dan layanan kami yang lain di https://wellnesscoach.id/ serta ikuti sosial media kita untuk update menarik lainnya!

Negotiation skill adalah keterampilan yang melibatkan komunikasi dan strategi dalam mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih. Keterampilan ini sangat penting dalam dunia kerja, terutama dalam situasi seperti penjualan, pengambilan keputusan bersama, dan penyelesaian konflik. Penguasaan negotiation skill membuat seseorang lebih efektif dalam mencapai tujuan dan membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja.

Menggunakan negotiation skill di kantor atau dalam peran sales melibatkan mendengarkan kebutuhan pelanggan, menyampaikan nilai produk atau layanan, dan menawarkan solusi yang saling menguntungkan. Selain itu, penting untuk berkolaborasi dengan tim dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.

  1. Good Cop, Bad Cop: Salah satu pihak berperan sebagai orang yang tegas dan keras (Bad Cop), sedangkan pihak lain berperan sebagai orang yang lebih ramah dan kooperatif (Good Cop). Teknik ini bertujuan untuk menciptakan rasa aman pada pihak lawan sehingga lebih terbuka dalam negosiasi.
  2. Anchoring: Menetapkan titik awal atau “jangkar” dalam negosiasi, seperti harga atau persyaratan, untuk mempengaruhi hasil kesepakatan.
  3. BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement): Menyadari alternatif terbaik yang dimiliki jika negosiasi gagal, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana.
  4. Deadline: Memberikan batasan waktu untuk mencapai kesepakatan, yang bisa mempengaruhi keputusan pihak yang terlibat.
  5. Nibble: Meminta konsesi kecil setelah kesepakatan utama telah dicapai, seringkali dengan alasan bahwa konsesi tersebut tidak akan berdampak signifikan.
  6. The Flinch: Menunjukkan reaksi negatif yang kuat, seperti terkejut atau kecewa, ketika mendengar tawaran dari pihak lawan untuk menciptakan tekanan dan mendorong pihak lawan untuk memberikan konsesi.
  7. The Bogey: Menekankan aspek negosiasi yang kurang penting bagi kamu, lalu tawarkan untuk mengalah pada aspek tersebut dengan harapan mendapatkan konsesi pada hal yang lebih penting.
  8. Bracketing: Menawarkan rentang nilai atau syarat yang lebih luas, lalu berusaha mencapai kesepakatan di tengah-tengah rentang tersebut.
  9. Split the Difference: Menyarankan untuk membagi perbedaan antara tawaran kedua pihak secara rata, seringkali digunakan saat mencapai titik jenuh dalam negosiasi.
  10. Walk Away: Menunjukkan bahwa kamu bersedia meninggalkan negosiasi jika tidak mencapai kesepakatan yang diinginkan.
  11. Mirroring: Mengulangi atau meniru kata-kata, bahasa tubuh, atau nada suara pihak lawan untuk menciptakan rasa empati dan kepercayaan.
  12. Silence: Memanfaatkan keheningan untuk menciptakan tekanan pada pihak lawan, sehingga mereka merasa perlu mengisi keheningan tersebut dengan informasi atau konsesi.
  13. The Salami Technique: Memecah negosiasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk menangani setiap isu secara terpisah, sehingga mencapai kesepakatan lebih mudah.
  14. The Trial Balloon: Mengajukan ide atau proposal yang belum final untuk melihat bagaimana pihak lawan bereaksi, tanpa berkomitmen pada proposal tersebut.
  15. Lowball and Highball: Memulai negosiasi dengan tawaran yang sangat rendah atau tinggi untuk menciptakan ruang bagi perubahan dan konsesi.
  16. Limited Authority: Mengklaim bahwa kamu memiliki batasan dalam membuat keputusan dan memerlukan persetujuan dari atasan atau pihak ketiga, sehingga kamu memiliki waktu untuk merenungkan tawaran dan menghindari tekanan untuk segera menyetujui.
  17. The Decoy: Mengenalkan opsi yang kurang menarik untuk membuat opsi lainnya tampak lebih menguntungkan.
  18. The Take it or Leave it: Menyatakan bahwa tawaran yang diajukan adalah tawaran terbaik dan tidak dapat dinegosiasikan lebih lanjut, mendorong pihak lawan untuk menerima atau menolak.
  19. The Red Herring: Mengalihkan perhatian dari isu utama dengan mengangkat isu yang kurang relevan atau penting.
  20. The Win-Win Approach: Mencari solusi yang menguntungkan kedua pihak, sehingga semua pihak merasa puas dengan hasil negosiasi.
  21. The Hot Potato: Menghadapi tuntutan yang sulit dengan meminta pihak lawan untuk memberikan solusi atau alternatif yang mereka anggap adil.
  22. The Change of Venue: Mengubah lokasi negosiasi untuk menciptakan suasana yang lebih netral atau menguntungkan salah satu pihak.
  23. The Yes Ladder: Mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang memungkinkan pihak lawan untuk setuju berkali-kali, sehingga lebih mudah untuk mencapai kesepakatan pada poin penting.
  24. The Ultimatum: Menyatakan bahwa kesepakatan harus dicapai pada waktu atau syarat tertentu, jika tidak, negosiasi akan berakhir.
  25. The Counter-Offer: Merespon tawaran pihak lawan dengan tawaran yang berbeda, seringkali lebih menguntungkan bagi pihak yang mengajukan.
  26. The Reverse Auction: Membuat pihak-pihak yang bersaing untuk memenangkan kontrak atau kesepakatan bersaing satu sama lain dengan menawarkan harga atau syarat yang lebih baik.
  27. The Conditional Offer: Mengajukan tawaran dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak lawan sebelum kesepakatan dapat dicapai.
  28. The Power of Precedent: Menggunakan contoh kesepakatan sebelumnya atau praktik industri umum untuk mendukung posisi atau tawaran kamu.
  29. The Snow Job: Memberikan informasi yang berlebihan atau teknis untuk membingungkan atau mengesankan pihak lawan, membuat mereka lebih mungkin untuk menerima tawaran kamu.
  30. The Door-in-the-Face Technique: Memulai dengan tawaran atau permintaan yang sangat tinggi yang kemungkinan akan ditolak, kemudian mengikuti dengan tawaran yang lebih realistis dan dapat diterima.
  31. The Disappearing Act: Menghilang secara tiba-tiba dari negosiasi untuk menciptakan kekhawatiran atau keinginan pada pihak lawan, sehingga mereka lebih termotivasi untuk mencapai kesepakatan.
  32. The Favor Exchange: Menawarkan atau meminta bantuan, dukungan, atau konsesi sebagai imbalan atas tawaran yang lebih menguntungkan bagi pihak lawan.
  33. The Fairness Appeal: Menekankan pentingnya mencapai kesepakatan yang adil dan setara, dengan mengacu pada standar atau norma yang diakui secara luas.
  34. The Time Pressure: Menggunakan batasan waktu untuk mendorong pihak lawan untuk mengambil keputusan lebih cepat, yang mungkin lebih menguntungkan bagi kamu.
  35. The Walkthrough: Menjelaskan langkah-langkah atau proses yang akan terjadi setelah kesepakatan dicapai, untuk membantu pihak lawan membayangkan hasil positif dari negosiasi.
  36. The Sunk Cost Fallacy: Menggunakan investasi waktu, uang, atau sumber daya yang telah dikeluarkan sebelumnya untuk mempengaruhi keputusan pihak lawan, meskipun investasi tersebut tidak relevan dengan negosiasi saat ini.
  37. The Contrast Principle: Menyajikan opsi yang jauh lebih buruk sebelum menyampaikan opsi yang kamu inginkan, sehingga opsi yang kamu tawarkan tampak lebih menarik.
  38. The Reciprocity Principle: Memberikan sesuatu kepada pihak lawan, seperti informasi, bantuan, atau konsesi, dengan harapan mereka akan merasa terikat untuk memberikan sesuatu kembali.
  39. The Multiple Equivalent Offers: Menyajikan beberapa tawaran yang setara dalam nilai, tetapi berbeda dalam struktur, sehingga pihak lawan dapat memilih opsi yang paling sesuai dengan kepentingan mereka.
  40. The Reactive Devaluation: Menyadari bahwa pihak lawan mungkin meremehkan atau menolak tawaran yang berasal dari kamu, hanya karena kamu adalah pihak yang menawarkan. Untuk mengatasi hal ini, pertimbangkan untuk menggunakan perantara atau menyampaikan tawaran dalam cara yang lebih netral.
  41. The Common Ground: Mencari kesamaan dan kepentingan bersama untuk menciptakan rasa empati dan kerja sama antara pihak yang terlibat dalam negosiasi.
  42. The Compromise: Bersedia untuk mengalah dalam beberapa hal untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, mengakui bahwa tidak semua aspek negosiasi dapat memuaskan semua pihak.
  43. The Non-Verbal Communication: Memperhatikan dan menggunakan bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata untuk mengkomunikasikan pesan atau membaca respons pihak lawan.
  44. The Third-Party Mediation: Menggunakan pihak ketiga yang netral untuk membantu kedua pihak mencapai kesepakatan, terutama dalam situasi yang kompleks atau konflik tinggi.
  45. The Confidence-Building Measures: Menunjukkan niat baik dan kepercayaan melalui tindakan atau komitmen konkret, untuk membantu meredakan ketegangan dan mendorong kerja sama.
  46. The Open-Ended Questions: Mengajukan pertanyaan terbuka yang mendorong pihak lawan untuk berbicara lebih detail tentang kepentingan, kebutuhan, dan harapan mereka, sehingga kamu dapat memahami posisi mereka dengan lebih baik.
  47. The Framing Effect: Menggunakan cara penyajian informasi untuk mempengaruhi persepsi pihak lawan tentang situasi, isu, atau tawaran yang sedang dinegosiasikan.
  48. The Bracketing: Menetapkan batas atas dan bawah untuk ekspektasi atau tawaran kamu, yang menciptakan ruang negosiasi dan memberikan gambaran tentang apa yang dapat diterima oleh kedua pihak.
  49. The Anchoring: Menggunakan tawaran awal yang kuat sebagai titik referensi atau “jangkar” dalam negosiasi, yang dapat mempengaruhi ekspektasi dan tawaran selanjutnya dari pihak lawan.
  50. The Emotional Intelligence: Mengenali dan mengelola emosi kamu dan pihak lawan selama negosiasi, untuk menjaga suasana yang konstruktif dan menghindari konflik yang tidak perlu.
  51. The BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement): Mengetahui alternatif terbaik yang kamu miliki jika negosiasi gagal, sehingga kamu dapat menilai dengan lebih baik kapan harus menyetujui atau menolak tawaran.
  52. The ZOPA (Zone of Possible Agreement): Mengidentifikasi rentang di mana kedua pihak dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, berdasarkan kepentingan dan batasan masing-masing.
  53. The Nibble: Meminta konsesi kecil setelah kesepakatan utama telah dicapai, dengan alasan bahwa konsesi tersebut tidak signifikan dibandingkan dengan kesepakatan yang lebih besar.
  54. The Incremental Commitment: Membagi negosiasi menjadi tahapan yang lebih kecil dan meminta pihak lawan untuk berkomitmen secara bertahap, sehingga mereka merasa lebih terikat pada kesepakatan akhir.
  55. The Counterfactual Thinking: Membayangkan skenario alternatif atau hasil yang berbeda dari negosiasi, untuk membantu menilai keputusan yang diambil dan merencanakan strategi yang lebih efektif di masa depan.
  56. The Future Commitment: Menawarkan komitmen untuk tindakan atau konsesi di masa depan sebagai bagian dari kesepakatan saat ini, untuk membuat tawaran lebih menarik bagi pihak lawan.
  57. The Trial Balloon: Mengajukan ide atau tawaran secara informal untuk menguji respons pihak lawan, sebelum mengajukannya secara resmi dalam negosiasi.
  58. The If-Then Technique: Menggunakan pernyataan kondisional untuk menghubungkan tawaran atau konsesi dengan tindakan yang diinginkan dari pihak lawan (misalnya, “Jika kamu bisa menurunkan harga, maka kita bisa berbicara tentang volume yang lebih besar”).
  59. The Bogey: Menekankan masalah atau isu yang sebenarnya kurang penting bagi kamu, untuk digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi.
  60. The Silence: Membiarkan jeda atau keheningan dalam percakapan untuk memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk berbicara lebih banyak atau mengungkapkan informasi yang berguna.
  61. The Salami Technique: Membagi tawaran atau permintaan menjadi bagian yang lebih kecil dan mengajukannya secara bertahap, sehingga lebih mudah bagi pihak lawan untuk menerima.
  62. The Persuasive Appeals: Menggunakan argumentasi logis, emosional, atau etis untuk meyakinkan pihak lawan tentang kebenaran posisi atau tawaran kamu.
  63. The Limited Authority: Mengklaim memiliki kewenangan yang terbatas dalam membuat keputusan atau memberikan konsesi, untuk menghindari tekanan dalam negosiasi dan menciptakan ruang untuk kembali ke pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi.
  64. The Take It or Leave It: Menyatakan bahwa tawaran yang diajukan adalah yang terbaik dan tidak ada ruang untuk negosiasi lebih lanjut, mendorong pihak lawan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.
  65. The External Benchmarking: Menggunakan data atau standar dari sumber eksternal yang kredibel untuk mendukung posisi atau tawaran kamu, seperti statistik industri, penelitian pasar, atau perbandingan dengan pesaing.
  66. The Flattery: Memberikan pujian atau mengakui pencapaian pihak lawan untuk menciptakan suasana yang lebih positif dan bersahabat, sehingga mereka lebih mungkin untuk bekerja sama.
  67. The Yes Ladder: Mengajukan serangkaian pertanyaan atau pernyataan yang mudah disetujui oleh pihak lawan, sehingga mereka lebih mungkin untuk mengatakan ‘ya’ pada tawaran atau permintaan yang lebih penting.
  68. The Visual Aids: Menggunakan alat bantu visual, seperti grafik, diagram, atau presentasi, untuk menjelaskan dan mendukung posisi atau tawaran kamu dengan lebih jelas.
  69. The Red Herring: Mengalihkan perhatian pihak lawan dari isu utama atau titik negosiasi dengan memperkenalkan topik yang tidak relevan atau kurang penting.
  70. The Empathy: Menunjukkan pengertian dan empati terhadap kebutuhan, kekhawatiran, atau perasaan pihak lawan, untuk membangun kepercayaan dan menciptakan lingkungan yang lebih kolaboratif.
  71. The Value Creation: Mengidentifikasi cara-cara untuk menciptakan nilai tambah dalam negosiasi, seperti menemukan sinergi, mengurangi biaya, atau meningkatkan kualitas, sehingga kedua pihak merasa puas dengan kesepakatan.
  72. The Concessions Exchange: Menawarkan atau meminta konsesi yang sebanding dan saling menguntungkan, untuk mencapai kesepakatan yang adil dan setara.
  73. The Change of Scenery: Mengubah lingkungan atau tempat negosiasi, seperti pindah ke ruangan yang berbeda atau mengadakan pertemuan di luar kantor, untuk menciptakan suasana yang lebih santai dan kondusif.
  74. The Time-Out: Mengambil jeda atau istirahat dalam negosiasi untuk memberi waktu bagi kedua pihak untuk merenung, mengevaluasi posisi, atau berkonsultasi dengan pihak yang berwenang.
  75. The Post-Agreement Negotiation: Melakukan negosiasi lebih lanjut setelah kesepakatan awal dicapai, untuk mengklarifikasi, merevisi, atau menambahkan detail yang belum terselesaikan.
  76. The Storytelling: Menyampaikan cerita atau analogi yang relevan untuk menjelaskan posisi atau tawaran kamu dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh pihak lawan.
  77. The Walk Away: Menunjukkan kesediaan untuk meninggalkan negosiasi jika kesepakatan yang adil dan menguntungkan tidak dapat dicapai, sehingga pihak lawan merasa lebih termotivasi untuk berkomitmen pada solusi yang saling menguntungkan.
  78. The Win-Win Mindset: Fokus pada pencapaian hasil yang menguntungkan kedua belah pihak, bukan hanya menang atau kalah, untuk menciptakan suasana yang lebih kolaboratif dan mempertahankan hubungan jangka panjang.
  79. The Priorities Clarification: Memastikan bahwa kedua belah pihak memahami prioritas dan kepentingan masing-masing, sehingga mereka dapat bekerja sama untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi kebutuhan semua pihak.
  80. The Active Listening: Mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati saat pihak lawan berbicara, untuk memahami perspektif mereka dengan lebih baik dan menunjukkan rasa hormat serta kepercayaan.
  81. The Reciprocity: Menawarkan bantuan, informasi, atau konsesi sebagai tanda niat baik, dengan harapan bahwa pihak lawan akan merasa berkewajiban untuk membalas dan bekerja sama lebih baik.
  82. The Conflict Resolution: Mengidentifikasi dan mengatasi konflik yang mungkin timbul selama negosiasi, menggunakan teknik seperti mediasi, arbitrase, atau kompromi untuk mencapai solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
  83. The Power Dynamics: Memahami dan memanfaatkan dinamika kekuasaan antara kamu dan pihak lawan, seperti posisi otoritas, pengaruh, atau sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak.
  84. The Nonverbal Communication: Menggunakan bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata yang efektif untuk menyampaikan pesan, membangun kepercayaan, dan menciptakan suasana yang lebih positif dalam negosiasi.
  85. The Closing Techniques: Menggunakan teknik penutupan yang efektif, seperti ringkasan kesepakatan, tawaran terakhir, atau pertanyaan penutup, untuk membantu mencapai kesepakatan dan mengakhiri negosiasi dengan sukses.
  86. The Emotional Control: Mengendalikan emosi dan menjaga sikap profesional selama negosiasi, untuk menghindari eskalasi konflik dan membuat keputusan yang lebih objektif.
  87. The Counteroffers: Memberikan tawaran balasan yang responsif terhadap permintaan atau tawaran pihak lawan, untuk mencapai kesepakatan yang lebih dekat dengan kepentingan kamu dan tetap adil bagi semua pihak.
  88. The Anchoring: Menetapkan angka atau posisi awal yang tinggi sebagai titik referensi, sehingga pihak lawan lebih mungkin untuk bergerak ke arah yang kamu inginkan dalam negosiasi.
  89. The Framing: Menggunakan cara penyajian informasi yang berbeda, seperti menekankan keuntungan daripada kerugian, atau menunjukkan konsekuensi dari tidak mencapai kesepakatan, untuk mempengaruhi persepsi pihak lawan tentang nilai tawaran.
  90. The Relationship Building: Membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan pihak lawan, untuk menciptakan suasana kerja sama yang lebih erat dan meningkatkan kemungkinan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
  91. The Sunk Cost Fallacy: Menghindari kesalahan dalam membuat keputusan berdasarkan investasi waktu, uang, atau sumber daya yang sudah dikeluarkan, dan fokus pada nilai potensial dari kesepakatan yang sedang dinegosiasikan.
  92. The Needs Analysis: Mengidentifikasi dan memahami kebutuhan serta kepentingan pihak lawan, sehingga kamu dapat merancang tawaran yang lebih menarik bagi mereka.
  93. The Information Gathering: Mengumpulkan informasi yang relevan sebelum dan selama negosiasi, seperti data pasar, tren industri, dan latar belakang pihak lawan, untuk membuat keputusan yang lebih informasi dan mendukung posisi kamu.
  94. The Contingency Agreement: Menyertakan ketentuan atau syarat yang bergantung pada kejadian tertentu, untuk mengurangi risiko atau ketidakpastian dalam kesepakatan.
  95. The Zone of Possible Agreement (ZOPA): Menentukan rentang di mana kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, dan bekerja untuk menemukan solusi yang sesuai dengan kepentingan semua pihak dalam ZOPA tersebut.
  96. The Consensus Building: Bekerja sama dengan pihak lawan untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, sehingga menciptakan suasana kolaboratif dan mengurangi konflik.
  97. The Ultimatum: Memberikan batasan waktu atau tawaran terakhir kepada pihak lawan untuk menerima atau menolak kesepakatan, dengan tujuan untuk mempercepat proses negosiasi dan menghasilkan keputusan yang lebih cepat.
  98. The BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement): Mengetahui alternatif terbaik yang dimiliki jika negosiasi gagal, sehingga memberikan kepercayaan diri dan kekuatan tawar dalam negosiasi.
  99. The Precedent Setting: Menggunakan contoh kesepakatan sebelumnya atau situasi serupa sebagai panduan dalam negosiasi, untuk membantu menetapkan standar atau ekspektasi yang wajar bagi kedua belah pihak.
  100. The Silence: Memanfaatkan keheningan atau jeda dalam percakapan untuk memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk berbicara lebih banyak atau mengungkapkan informasi yang mungkin berguna bagi negosiasi.
  101. The Objective Criteria: Mengacu pada kriteria objektif, seperti standar industri, benchmark, atau data pasar, untuk membantu menegosiasikan dan menilai nilai tawaran secara adil dan akurat.
  102. The Reversing Roles: Mencoba memposisikan diri pada perspektif pihak lawan, untuk memahami kebutuhan, kepentingan, dan batasan mereka dengan lebih baik, sehingga dapat mencapai solusi yang lebih efektif dan saling menguntungkan.
  103. The Trial Balloon: Mengajukan ide atau tawaran hipotetis untuk menguji reaksi pihak lawan, sebelum mengajukan tawaran formal atau resmi.
  104. The Bracketing: Menawarkan rentang nilai atau opsi yang lebih luas daripada yang sebenarnya diinginkan, untuk menciptakan ruang untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan.
  105. The Package Deal: Menggabungkan beberapa item atau isu dalam satu tawaran, untuk menciptakan nilai tambah dan meningkatkan kemungkinan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
  106. The Bargaining: Proses tawar-menawar yang melibatkan pertukaran tawaran, konsesi, dan permintaan antara kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
  107. The Red Herring: Menggunakan topik atau isu yang tidak relevan atau mengalihkan perhatian sebagai strategi untuk mengalihkan pihak lawan dari masalah utama yang sedang dinegosiasikan.
  108. The Time Pressure: Menggunakan batasan waktu atau tenggat waktu sebagai alat untuk mempengaruhi keputusan pihak lawan dan mendorong mereka untuk mencapai kesepakatan lebih cepat.
  109. The Bluffing: Menyampaikan informasi yang tidak akurat atau mengecilkan nilai tawaran kamu untuk menciptakan kesan yang salah kepada pihak lawan dan meningkatkan kekuatan tawar.
  110. The Positioning: Menyampaikan citra yang positif dan kuat tentang diri sendiri atau organisasi kamu, untuk meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas dalam negosiasi.
  111. The Trade-Offs: Mengidentifikasi area di mana kamu bersedia membuat konsesi atau kompromi, sebagai imbalan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih penting atau berharga dalam kesepakatan.
  112. The Concessions Management: Mengelola konsesi yang diberikan kepada pihak lawan dengan bijaksana, seperti memberikan konsesi kecil terlebih dahulu dan menyimpan konsesi yang lebih besar untuk tahap akhir negosiasi.
  113. The Collaboration: Bekerja sama dengan pihak lawan untuk mencari solusi kreatif yang memenuhi kepentingan kedua belah pihak, daripada berfokus pada posisi atau tuntutan yang saling eksklusif.
  114. The Deadlock Breaking: Menggunakan strategi untuk mengatasi kebuntuan atau situasi di mana negosiasi tidak bergerak maju, seperti mengajukan tawaran kompromi, mengambil istirahat, atau mengubah pendekatan.
  115. The Due Diligence: Melakukan penelitian dan analisis yang cermat sebelum negosiasi untuk memastikan bahwa kamu memiliki informasi yang akurat dan relevan tentang pihak lawan, situasi, dan isu yang sedang dinegosiasikan.

Gunakan teknik-teknik ini sesuai dengan situasi dan selalu utamakan etika serta kejujuran dalam negosiasi. Teruslah belajar dan mengasah keterampilan negosiasi untuk mencapai kesuksesan di dunia kerja, Fitsquad!

Jangan lupa untuk mengunjungi link-link kami untuk mengeksplor lebih banyak artikel, produk, dan layanan yang kami tawarkan:

Jangan lupa untuk subscribe dan follow media sosial kami (link di samping kanan) untuk mendapatkan informasi terbaru. Tetap semangat, rajin berolahraga, bahagia,